Suatu hari sewaktu melakukan riset di Universitas McGill, Montreall, Canada Saya terlibat perbincangan dengan seorang profesor (Barat) yang menurut kabar bisik-bisik telah berpindah agama lalu menjadi seorang muslim. Di Barat tidak semua orang menyatakan terbuka tentang agamanya, terlebih lagi kalau berpindah ke Islam. Agama adalah urusan pribadi dengan Tuhan. Jadi Saya berusaha untuk berhati-hati ketika bertanya tentang Islam.
“Sebagai dosen Islamologi, apa yang paling menarik dalam melakukan penelitian seputar agama yang dibawa Muhammad ini?”. “Saya sangat terkesan dengan Al-Qur`an”, jawabnya spontan. Karena begitu spontan jawabnya maka, maka Saya menjadi penasaran dan bertanya lebih lanjut, mengapa Al-Qur`an begitu menarik dan amat mengesankan baginya.
Beberapa penjelasan yang masih Saya ingat antara lain ialah, katanya, jika Saya membaca buku-buku teori akademis, cukuplah seminggu persiapannya dan Saya sudah bisa menjelaskan didepan mahasiswa hampir 80% dari kandungan buku serta formula pokoknya. Kalau Saya membaca buku novel, maka cukuplah sekali saja, sudah malas membacanya untuk yang kedua kalinya. Buku-buku ilmiah itu logikanya linear, runtut, mudah diikuti uraiannya sejak dari judul, daftar isi, masalah pokok, metode pembahasan, tesis pokok yang disajikan dan kemudian kritik dan kesimpulan. Dengan metode speed reading, sebuah buku tebal bisa tamat dibaca hanya butuh waktu sehari saja atau bahkan dalam hitungan jam. Tetapi, lanjutnya, sungguh berbeda ketika Saya membaca Al-Qur`an. Pada awalnya Saya merasa bingung dengan gaya bahasanya dan urutan ceritanya yang kadangkala terasa meloncat-loncat tidak sistematis. Namun Saya berusaha terus mendekati dan menikmati Al-Qur`an. Kalau memang betul Al-Qur`an ini susunannya kacau dan pesanya pun tidak konsisten, bagaimana mungkin kitab ini selalu dicetak ulang tanpa bisa dihitung lagi omzetnya?, pikirku. Dan lagi, tebal Al-Qur`an yang jumlah huruf dan kalimatnya sejak abad ke-6 tidak pernah bertambah dan tidak berubah, mengapa telah melahirkan sekiann juta buku yang semuanyua terinspirasi dari Al-Qur`an? Sungguh membuat Saya kagum, mengapa Al-Qur`an bisa mendorong pembacanya untuk menulis buku membahas tentang dirinya dari zaman ke zaman?.
Demikianlah beberapa pertanyaan dan diskusi dengan profesor di McGill, Canada, tentang keunikan Al-Qur`an tadi masih terekam dibenak Saya. Salah satuk kesimpulan yang selalu Saya ingat, menurutnya, gaya penuturan Al-Qur`an bersifat kompleks. Adakalanya liniear, lalu memutar balik dan kalau dicermati saling berhubungan sehingga membentuk jaringan makna dalam pola bola dunia, sebagaimana jaringan kehidupan sosial. Tak seorangpun bisa hidup tanpa berhubungan dengan orang lain. Begitulah Al-Qur`an, ayat yang satu menafsirkan dan memperkuat ayat lain. Sekalipun ada kata-kata yang diulang-ulang, namun memiliki konteks yang berbeda. “When I read Al-Qur`an, I fell I take a long and beautiful journey of meaning through sentence, word by word”. Begitu kira-kira pengakuannya. Dalam bahasa komputer, ketika membaca Al-Qur`an bagaikan kita membuka komputer lalu masuk ke internet, sebuah dunia hyper text , bisa menghabiskann waktu berjam-jam untuk keliling dunia hanya didepan komputer. Begitulah analog yang mudah untuk menggambarkan kandungan Al-Qur`an, kita diajak memasuki dunia makna, imajinasi, informasi, sastra dan sekian aspek lain sehingga setiap seseorang membaca dan merenung, pasti akan ditemukan hal-hal yang baru. “event when I read the same ayat as I did yesterday, I am feeling. It always conveys a new nuance and sometimes absolutely amazing”. Tuturnya.
Demikianlah, apa yang diceritakan seorang teman tadi semakin menyadarkan Saya akan keunikan Al-Qur`an. Dan ketika Saya mempelajari keunikan struktur otak dan cara kerjanya, ternya potensi dan kinerja otak mirip sekali dengan struktur logika Al-Qur`an. Saaraf dan sel-sel otak yang jumlahnya milyaran ternyata kinerjanya saling kait-mengait. Informasi apapun yang diterima otak akan tersimpan selamanya. Yang penting adalah bagaimana seseorang memiliki kemampuan teknikal untuk menyimpan informasi itu kedalam synapse, semacam rak buku yang terbentuk oleh jaringan otak, lalu dibuat klasifikasi dan sintesa dengan informasi lain. Jadi yang namanya orang pintar dan kreatif adalah mereka yang memiliki simpanan informasi sebanyak mungkin, lalu disentesakan dengan lainnya sehingga melahirkan formula yang baru. Dengan demikian sesungguhnya tidak ada sesuatu yang baru melainkan hasil sintesa. Menurut pakar neuropsikologi, diperkirakan potensi otak manusia rata-rata baru digunakan dibawah 2 % dari semua potensi yang ada. Ini mirip dengan seseorang yang membeli komputer canggih, yang digunakan mungkin hanya satu atau dua program saja, selebihnya percuma.
Tentang potensi dan fungsi otak, dalam bahasa psikologi ada ungkapan “you use it or lose it”. Otak, jikalau tidak digunakan maka jaringannya akan mati dan tidak berfungsi. Demikianlah, sedikit penjelasan tentang kinerja otak ini hanya untuk memberikan gambaran betapa terjadi kaitan tali-menali dan sangat kreatif antara masing-masing kata dan ayat-ayat Al-Qur`an sehingga sejak diturunkan pada abad ke-7 sampai sekarang selalu saja melahirkan informasi baru ketika dikaji ulang secara kreatif dan imajinatif. Jutaan buku dan artikel telah ditulis yang semuanya membicarakan, menggali dan mengembangkan gagasan Al-Qur`an.
Al-Qur`an seing juga disebut sebagai mukjizat atau suatu risalah dan bukti yang dibawa Nabi untuk menaklukan mereka yang membantah dan mengingkari kebenaran Al-Qur`an. Tetapi bagi orang yang beriman, Al-Qur`an menyebutnya bukan sebagai mukjizat, melainkan petunjuk (hudan atau al-nuur). Artinya jika seseorang telah beriman dan telah memiliki ilmu pengetahuan, maka akan semakin terbuka baginya pintu untuk memasuki rahasia Al-Qur`an guna menggali hikmah dan ilmu yang dikandungnya.
Bukau yang ada ditangan pembaca ini bisa dikategorikan sebagai salah-satu hikmah dan ilmu yang dikandung Al-Qur`an, yang di gali oleh saudara Fahmi Basya. Karena dia memiliki latar belakang pendidikan yang kuat dalam matematika, dan ditambah dengan kecintaanya pada Al-Qur`an, maka dia sangat peka dan kreatif sekali untuk melakukan penelitian kemukjizatan Al-Qur`an dari pendekatan matematis.
Kajians serupa memang pernah dilakukan oleh beberapa sarjana lain. Tetapi apa yang disajikan oleh saudara Fahmi Basya adalah orisinal sebagai temuan dan ijtihadnya. Dari temuan yang ada, suatu hal yang sangat menkjubkan adalah: bagaimana mungkin (nabi) Muhammad menerima dan menyusun Al-Qur`an dalam dalam ukuran waktu sekitar 23 tahun memiliki rumusan dan kalkulasi matematis, kalau saja tanpa campur tangan Jibril? Temuan ini penting digarisbawahi mengingat seringkali para orientalis menganggap Al-Qur`an sebagai karangan Muhammad belaka. Namun keraguan itu menjadi abstrak ketika dibuktikan bahwa secara matematis banyak ditemukan adanya keajaiban yang sulit dibayangkan hal itu produk seorang ummy, yang hidup dipadang pasir pada abad ke-6.
Demikianlah Al-Qur`an membuka diri untuk di introgasi, ditanya, digali, dibantah, didebat, dan entah diapakan lagi sepanjang perjalanannya sejak diwahyukan sampai sekarang. Bagi yang memiliki kedalaman ilmu kedokteran, maka Al-Qur`an membuka diri untuk diajak dialog seputar kedokteran. Bagi mereka yang mengusai ilmu pertanian, kelauatan, astronomi, ilmu jiwa atau ilmu yang lainnya, maka Al-Qur`an membuka diri untuk dikaji, digali dan bahkan diintrogasi. Dan nyatanya hingga saat ini semakin banyak sarjana muslim yang menguasai berbagai displin keilmuan, mereka malah semakin respek dan yakin bahwa Al-Qur`an adalah kalam ilahi yang didalamnya mengandung isyarat-isyarat ilmiah yang tidak pernah habis-habisnya digali. (Prof. Komaruddin Hidayat)
Sumber: Sumber: Abah Salma Arif Sampayya, keseimbangan Matematika dalam Al Qur`an, Penerbit Republika, Jakarta 2007
http://syahrum27.blogspot.com/2009/12/matematika-sebuah-pendekatan-rasional-untuk-yaqin-sebuah-pengantar.html